Gedung
Sate, dengan ciri khasnya berupa ornamen tusuk sate pada menara
sentralnya, telah lama menjadi penanda atau markah tanah Kota Bandung
yang tidak saja dikenal masyarakat di Jawa Barat, namun juga seluruh
Indonesia bahkan model bangunan itu dijadikan pertanda bagi beberapa
bangunan dan tanda-tanda kota di Jawa Barat. Misalnya bentuk gedung
bagian depan Stasiun Kereta Api Tasikmalaya. Mulai dibangun tahun 1920,
gedung berwarna putih ini
masih
berdiri kokoh namun anggun dan kini berfungsi sebagai gedung pusat
pemerintahan Jawa Barat.Gedung Sate yang pada masa Hindia Belanda itu
disebut Gouvernements Bedrijven (GB), peletakan batu pertama dilakukan
oleh Johanna Catherina Coops, puteri sulung Walikota Bandung, B. Coops
dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P.
Graaf van Limburg Stirum pada tanggal 27 Juli 1920, merupakan hasil
perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir.J.Gerber, arsitek muda
kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir. Eh. De Roo dan Ir.
G. Hendriks serta pihak Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL.
Slors dengan melibatkan 2000 pekerja, 150 orang diantaranya pemahat,
atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan
Cina yang berasal dari Konghu atau Kanton, dibantu tukang batu, kuli
aduk dan peladen yang berasal dari penduduk Kampung Sekeloa, Kampung
Coblong Dago, Kampung Gandok dan Kampung Cibarengkok, yang sebelumnya
mereka menggarap Gedong Sirap (Kampus ITB) dan Gedong Papak (Balai Kota
Bandung).Gedung Sate (ca.1920-28)
Selama
kurun waktu 4 tahun pada bulan September 1924 berhasil diselesaikan
pembangunan induk bangunan utama Gouverments Bedrijven, termasuk kantor
pusat PTT (Pos, Telepon dan Telegraf dan Perpustakaan.
Arsitektur
Gedung Sate merupakan hasil karya arsitek Ir. J.Gerber dan kelompoknya
yang tidak terlepas dari masukan maestro arsitek Belanda Dr.Hendrik
Petrus Berlage, yang bernuansakan wajah arsitektur tradisional
Nusantara.
Banyak kalangan
arsitek dan ahli bangunan menyatakan Gedung Sate adalah bangunan
monumental yang anggun mempesona dengan gaya arsitektur unik mengarah
kepada bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa, (Indo Europeeschen
architectuur stijl), sehingga tidak mustahil bila keanggunan Candi
Borobudur ikut mewarnai Gedung Sate.
Beberapa
pendapat tentang megahnya Gedung Sate diantaranya Cor Pashier dan Jan
Wittenberg dua arsitek Belanda, yang mengatakan "langgam arsitektur
Gedung Sate adalah gaya hasil eksperimen sang arsitek yang mengarah pada
bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa".
D. Ruhl dalam bukunya Bandoeng en haar Hoogvlakte 1952, "Gedung Sate adalah bangunan terindah di Indonesia".
Ir.
H.P.Berlage, sewaktu kunjungan ke Gedung Sate April 1923, menyatakan,
"Gedung Sate adalah suatu karya arsitektur besar, yang berhasil
memadukan langgam timur dan barat secara harmonis". Seperti halnya gaya
arsitektur Italia di masa renaiscance terutama pada bangunan sayap
barat. Sedangkan menara bertingkat di tengah bangunan mirip atap meru
atau pagoda. Masih banyak lagi pendapat arsitek Indonesia yang
menyatakan kemegahan Gedung Sate misalnya Slamet Wirasonjaya, dan Ir.
Harnyoto Kunto.
Kuat dan utuhnya
Gedung Sate hingga kini, tidak terlepas dari bahan dan teknis konstruksi
yang dipakai. Dinding Gedung Sate terbuat dari kepingan batu ukuran
besar (1 × 1 × 2 m) yang diambil dari kawasan perbukitan batu di Bandung
timur sekitar Arcamanik dan Gunung Manglayang. Konstruksi bangunan
Gedung Sate menggunakan cara konvensional yang profesional dengan
memperhatikan standar teknik.
Gedung
Sate berdiri diatas lahan seluas 27.990,859 m², luas bangunan
10.877,734 m² terdiri dari Basement 3.039,264 m², Lantai I 4.062,553 m²,
teras lantai I 212,976 m², Lantai II 3.023,796 m², teras lantai II
212.976 m², menara 121 m² dan teras menara 205,169 m².
Gerber
sendiri memadukan beberapa aliran arsitektur ke dalam rancangannya.
Untuk jendela, Gerber mengambil tema Moor Spanyol, sedangkan untuk
bangunannya dalah Rennaisance Italia. Khusus untuk menara, Gerber
memasukkan aliran Asia, yaitu gaya atap pura Bali atau pagoda di
Thailand. Di puncaknya terdapat "tusuk sate" dengan 6 buah ornamen sate
(versi lain menyebutkan jambu air atau melati), yang melambangkan 6 juta
gulden - jumlah biaya yang digunakan untuk membangun Gedung Sate.
Fasade
(tampak depan) Gedung Sate ternyata sangat diperhitungkan. Dengan
mengikuti sumbu poros utara-selatan (yang juga diterapkan di Gedung
Pakuan, yang menghadap Gunung Malabar di selatan), Gedung Sate justru
sengaja dibangun menghadap Gunung Tangkuban Perahu di sebelah utara.
Dalam
perjalanannya semula diperuntukkan bagi Departemen Lalulintas dan
Pekerjaan Umum, bahkan menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda setelah
Batavia dianggap sudah tidak memenuhi syarat sebagai pusat pemerintahan
karena perkembangannya, sehingga digunakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum.
Tanggal 3 Desember 1945 terjadi peristiwa yang memakan korban tujuh
orang pemuda yang mempertahankan Gedung Sate dari serangan pasukan
Gurkha. Untuk mengenang ke tujuh pemuda itu, dibuatkan tugu dari batu
yang diletakkan di belakang halaman Gedung Sate. Atas perintah Menteri
Pekerjaan Umum pada tanggal 3 Desember 1970 Tugu tersebut dipindahkan ke
halaman depan Gedung Sate.
Gedung
Sate sejak tahun 1980 dikenal dengan sebutan Kantor Gubernur karena
sebagai pusat kegiatan Pemerintah Propinsi Jawa Barat, yang sebelumnya
Pemerintahaan Propinsi Jawa Barat menempati Gedung Kerta Mukti di Jalan
Braga Bandung.
Ruang kerja
Gubernur terdapat di lantai II bersama dengan ruang kerja Wakil
Gubernur, Sekretaris Daerah, Para Assisten dan Biro. Saat ini Gubernur
di bantu oleh tiga Wakil Gubernur yang menangani Bidang Pemerintahan,
Bidang Ekonomi dan Pembangunan, serta Bidang Kesejahteraan Rakyat,
seorang Sekretaris Daerah dan Empat Asisten yaitu Asisten Ketataprajaan,
Asisten Administrasi Pembangunan, Asisten Kesejahteraan Sosial dan
Asisten Administrasi.
Namun tidak
seluruh Asisten menempati Gedung Sate. Asisten Kesejahteraan Sosial dan
Asisten Administrasi bersama staf menempati Gedung Baru.
Di
bagian timur dan barat terdapat dua ruang besar yang akan mengingatkan
pada ruang dansa (ball room) yang sering terdapat pada bangunan
masyarakat Eropa. Ruangan ini lebih sering dikenal dengan sebutan aula
barat dan aula timur, sering digunakan kegiatan resmi. Di sekeliling
kedua aula ini terdapat ruangan-ruangan yang ditempati beberapa Biro
dengan Stafnya.
Paling atas
terdapat lantai yang disebut Menara Gedung Sate, lantai ini tidak dapat
dilihat dari bawah, untuk menuju ke lantai teratas menggunakan Lift atau
dengan menaiki tangga kayu.
Kesempurnaan
megahnya Gedung Sate dilengkapi dengan Gedung Baru yang mengambil
sedikit gaya arsitektur Gedung Sate namun dengan gaya konstektual hasil
karya arsitek Ir.Sudibyo yang dibangun tahun 1977 diperuntukkan bagi
para Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa
Barat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai Lembaga Legislatif
Daerah.
Gedung Sate telah menjadi
salah satu tujuan obyek wisata di kota Bandung. Khusus wisatawan manca
negara banyak dari mereka yang sengaja berkunjung karena memiliki
keterkaitan emosi maupun history pada Gedung ini. Keterkaitan emosi dan
history ini mungkin akan terasa lebih lengkap bila menaiki anak tangga
satu per satu yang tersedia menuju menara Gedung Sate. Ada 6 tangga yang
harus dilalui dengan masing-masing 10 anak tangga yang harus dinaiki.
Keindahan
Gedung Sate dilengkapi dengan taman disekelilingnya yang terpelihara
dengan baik, tidak heran bila taman ini diminati oleh masyarakat kota
Bandung dan para wisatawan baik domestik maupun manca negara. Keindahan
taman ini sering dijadikan lokasi kegiatan yang bernuansakan
kekeluargaan, lokasi shooting video klip musik baik artis lokal maupun
artis nasional, lokasi foto keluarga atau foto diri bahkan foto pasangan
pengantin.
Khusus di hari minggu
lingkungan halaman Gedung Sate dijadikan pilihan tempat sebagian besar
masyarakat untuk bersantai, sekedar duduk-duduk menikmati udara segar
kota Bandung atau berolahraga ringan.
Membandingkan
Gedung Sate dengan bangunan-bangunan pusat pemerintahan (capitol
building) di banyak ibukota negara sepertinya tidak berlebihan.
Persamaannya semua dibangun di tengah kompleks hijau dengan menara
sentral yang megah. Terlebih dari segi letak gedung sate serta
lanskapnya yang relatif mirip dengan Gedung Putih di Washington, DC,
Amerika Serikat. Dapat dikatakan Gedung Sate adalah "Gedung Putih"nya
kota Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar