PSS pernah mendapat sanksi dari Perserikatan Sepakbola Seluruh
Indonesia (PSSI) untuk menggelar pertandingan tanpa penonton sebagai
akibat dari pemukulan yang dilakukan oleh suporter saat PSS masih
berlaga di Divisi I Liga Indonesia. Meski setelah PSS mengajukan
banding, akhirnya hukuman tersebut diganti dengan hukuman percobaan dan
denda, tapi perilaku suporter tersebut dinilai merugikan tim yang
dibelanya.
Oleh karena itu pengurus PSS dan beberapa tokoh
suporter kemudian berinisiatif membentuk kelompok suporter sebagai
langkah untuk menertibkan dan mengendalikan suporter PSS. Proses
pembentukan dimulai dengan diadakannya rapat yang diselenggarakan pada 9
Desember 2000 di Griya Kedaulatan Rakyat yang diikuti oleh tokoh-tokoh
suporter. Rapat tersebut akhirnya memutuskan digelarnya "Sayembara Nama
Wadah Suporter PSS". Adapun ketentuan sayembara tersebut adalah bersifat
terbuka, dengan syarat nama yang diusulkan mudah dikenal dan diingat,
membangkitkan semangat, mampu mempersatukan semua pendukung PSS, dan
maksimal terdiri dari dua suku kata.
Panitia sayembara diketuai
oleh Ir.Trimurti Wahyu Wibowo, berlangsung dari tanggal 11-22 Desember
2000, dengan tempat pengumpulan hasil sayembara berada di kantor redaksi
Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat. Panitia Sayembara bersama
pengurus PSS yang nantinya akan menentukan nama yang dipilih.
Berbagai
usulan nama datang dari masyarakat, diantaranya adalah Slemania,
Slemanisti (Sleman Mania Sejati), Baladamania (Barisan Pecinta Laskar
Sembada), Papesanda (Pasukan Pendukung Laskar Sembada), Lambada (Laskar
Sleman Sembada), Patram (Pasukan Putra Merapi), Mapals (Masyarakat
Pandemen Laskar Sembada), Korpels (Korps Pendukung Laskar Sembada),
Pedati (Pendukung Laskar Sembada Sejati), Pansus (Pasukan Suporter
Sleman Mania), Laksamana (Laskar Sleman Mania), dan Kalimasada (Keluarga
Liga Sleman Sembada). Total terkumpul 1483 kartu pos, dan 196 surat
yang mengikuti sayembara tersebut.
Dari sekian banyak peserta
sayembara, sebanyak 103 peserta mengusulkan nama Slemania, yang kemudian
pada tanggal 22 Desember 2000 dipilih oleh Panitia dan Pengurus PSS
sebagai nama wadah suporter PSS Sleman. Pada malam itu juga dilakukan
pembentukan pengurus dan deklarasi. Sementara undian bagi pemenang
sayembara dilakukan pada tanggal 24 Desember 2000 di Stadion Tridadi,
yang dimenangkan oleh Supribadi, warga Krapyak Kulon, Sewon, Bantul.
Keberhasilan
dan antusiasme dari Slemania merupakan produk dari sebuah tradisi
sepakbola yang mengakar dan meluas di segala lapisan masyarakat. Bagi
masyarakat Sleman, sepakbola merupakan bagian penting dalam kehidupan
sehari-hari mereka. Kultur sepakbola ini dibangun oleh PSS sebagai
otoritas sepakbola tertinggi di Sleman, melalui kompetisi lokal yang
rutin, disiplin dan bergairah. PSS mampu membangun kompetisi sepakbola
secara disiplin, rutin dan ketat sejak pertengahan tahun 1980-an sampai
saat ini.
Sebagai wadah suporter klub sepakbola, Slemania
bersifat terbuka dalam keanggotaannya. Anggota Slemania tidak hanya
warga Sleman tetapi tidak tertutup kemungkinan terdapat anggota Slemania
yang berasal dari daerah lainnya di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, bahkan dari luar ptovinsi. Dari latar belakang pendidikan,
anggota Slemania sangat beranekaragam dari yang tidak mengenyam bangku
sekolah sampai yang menempuh jenjang pendidikan tinggi. Begitu juga
dengan latar belakang ekonomi, dimana yang kaya dan yang miskin mewarnai
wadah suporter ini.
Sesuai dengan tujuan awalnya, Slemania
awalnya ditargetkan sebagai alat kontrol bagi suporter PSS Sleman. Namun
kehadiran wadah suporter tersebut akhirnya diharapkan dapat juga
membawa sebuah transformasi karakter dari suporter anarki yang merugikan
kepentingan tim dan masyarakat umum menjadi suporter atraktif dan
kreatif. Ide ini tidak lepas dari momentum fenomena suporter kreatif
yang waktu itu melanda dunia suporter sepakbola di tanah air.
Secara
kultural pengurus Slemania mengeluarkan beberapa slogan seperti
“suporter edan tapi sopan”, dan “100 % Slemania anti anarkhi” sebagai
identitas bagi anggota dan organisasi Slemania. Slogan-slogan tersebut
kemudian diaplikasikan ke dalam lirik lagu yang biasa dinyanyikan di
stadion, dan juga di kaos maupun atribut Slemania. Strategi semacam ini
diyakini cukup manjur untuk membangun kebanggaan dan kesadaran anggota
Slemania agar menjadi suporter yang anti anarki, sehingga meminimalisasi
potensi anarki yang dimiliki anggotanya.
Secara struktural
Slemania membentuk organisasi kecil yang disebut laskar Slemania. Laskar
biasanya merupakan suatu kelompok kecil yang berbasis di suatu kampung
tertentu dengan anggota yang berasal dari wilayah sekitar kampung
tersebut. Laskar-laskar tersebut memiliki ketua laskar yang salah satu
tugasnya adalah mengkoordinasikan sekitar 20-100 anggota laskarnya baik
dalam pembelian tiket, penempatan di stadion, perilaku di dalam stadion
dan lain-lain. Secara tidak langsung, keberadaan laskar merupakan proses
pembagian kekuasaan dalam sebuah organisasi massa seperti Slemania dan
juga merupakan upaya kontrol terhadap anggota Slemania.
Selain
laskar, Slemania juga membentuk Slemanona, sebuah wadah khusus yang
digunakan untuk meningkatkan peran suporter perempuan baik secara
kualitas dan kuantitas. Slemanona dideklarasikan pada tanggal 15 Maret
2003 di Stadion Mandala Krida. Nama Slemanona seperti halnya Slemania
kemudian menjadi identitas personal yang melekat pada diri
anggota-anggotanya.
Secara struktur organisasi, Slemania masih
mencari format dan struktur yang tepat. Setelah dideklarasikan,
kepengurusan dibentuk dari sejumlah tokoh suporter di Sleman. Ketua
Slemania yang pertama adalah Ir. Trimurti Wahyu Wibowo, dengan
didampingi oleh Bintarto, Kuncoro, dan Topas Sumpono sebagai Wakil
Ketua. Ketua terpilih dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh susunan
pengurus pusat dan koordinator wilayah. Pada awal berdirinya struktur
kepengurusan Slemania masih sederhana yaitu terdiri dari jabatan ketua,
sekretaris, bendahara, dan beberapa departemen seperti Humas,
Transportasi, Keamanan, dan Akomodasi.
Dua tahun kemudian,
tepatnya tanggal 3 Desember 2002, struktur kepengurusan yang baru
dibentuk melalui Musyawarah Anggota yang diselenggarakan di Pendopo
Rumah Dinas Bupati Sleman. Dalam struktur kepengurusan yang baru ini
dilakukan penambahan beberapa departemen yaitu Kesekretariatan, Suporter
Tamu, Penelitian dan Pengembangan (Litbang) serta Pengembangan Suporter
Wanita . Perubahan yang lain juga terjadi di tubuh Slemania, dimana
kaum muda dan kalangan mahasiswa mendominasi susunan kepengurusan
Slemania yang baru, menggantikan kepengurusan awal yang didominasi oleh
tokoh-tokoh suporter sepakbola. Kondisi tersebut terus berlanjut hingga
Musyawarah besar Slemania yang diselenggarakan pada 14 Agustus 2005.
Eksistensi
Slemania telah mendapat pengakuan secara nasional. Hal ini dibuktikan
dengan masuknya Slemania sebagai salah satu dari tiga nominator peraih
penghargaan Suporter Favorit Sepakbola Award pada ANTV Sepakbola Award
tahun 2003 bersama The Jakmania dan La Viola. Setahun kemudian Slemania
kembali masuk nominasi bersama The Mac’z Man dan Viking, hingga akhirnya
berhasil terpilih sebagai Suporter Favorit ANTV Sepakbola Award tahun
2004. Meski beberapa anggota Slemania tidak sepakat dengan penghargaan
suporter favorit, namun bagaimanapun penghargaan tersebut memberikan
tantangan dan tanggung jawab yang besar bagi semua elemen Slemania untuk
terus menunjukkan perilaku, dan pikirannya agar sesuai dengan tujuan
awal dibentuknya Slemania.
Ketua Slemania
1. Ir. Trimurti Wahyu Wibowo (2000-2002 & 2002-2005)
2. R. Supriyoko (2005-2008)
ditulis oleh Feri Istanto dari berbagai sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar