Selasa, 29 Januari 2013

Tips Menumbuhkan kemandirian anak kelas bawah usia SD



Secara umum kemandirian bisa dilihat dari tingkah laku. Kemandirian tidak selalu berbentuk fisik yang ditampilkan dalam tingkah laku, tetapi bisa berbentuk emosional dan sosial.
Kemandirian juga berarti kemampuan anak mengatur tingkah lakunya, mampu bertanggungjawab dan mengatasi masalahnya sendiri. Tentu saja kemandirian tidak serta merta terbentuk dengan sendirinya, namun perlu bimbingan yang dimulai sejak usia dini. Dalam hal ini, disiplin dan konsistensi orangtua mempunyai peran besar dalam  menanamkan dan mendukung kemandirian anaknya, selain juga guru mempunyai peran yang cukup penting.
Ada beberapa hal yang bisa diupayakan guru dalam rangka membentuk kemandirian anak dengan melatih anak untuk memiliki jiwa tanggungjawab.
1.      Berikan contoh.
Guru harus menghindari untuk bertindak “menyuruh” kepada anak. Namun akan lebih bijaksana bila guru memberikan contoh.
Misalnya ketika kita mengharapkan anak merapikan sandal/ sepatunya di rak yang sudah disediakan, seorang guru bisa memberikan contoh dengan mengajak anak untuk memastikan sandal dan sepatunya sudah tertata rapi di rak dengan mengatakan kepada anak-anak “ayo anak hebat, kita pastikan sandal dan sepatu kita sudah tersimpan rapi di rak”.  Dengan demikian anak akan terbiasa bertanggungjawab dengan kerapihan sandal dan sepatunya sendiri-sendiri.
2.      Berikan pujian/ reward.
Memberikan pujian kepada anak yang berlaku positif dapat membesarkan hatinya menjadi lebih termotivasi lagi. Selain juga dapat menjadi contoh/ teladan bagi anak-anak yang  lain.
Misalnya ketika ada 1 anak di kelas yang menumpahkan minumannya, kemudian ia mau membersihkannya, kita bisa memberikan pujian kepadanya di depan teman-temannya. Kita memberikan apresiasi atas sikap anak yang mau membersihkan, tetapi tidak menghakimi sikapnya yang sudah menumpahkan minuman. Guru bisa mengatakan kepada anak-anak di kelas, “anak-anak, bu guru sangat senang dengan mas/ mbak xxxxx yang sudah bertanggungjawab membersihkan lantai ketika menumpahkan minuman. Maka anak-anak lainnya akan mencontoh sikap teman tersebut karena akan membuat gurunya senang. Sesekali reward dapat diberikan kepada anak atas sikap positifnya, namun juga jangan terlalu sering dan tidak perlu yang mahal-mahal.
3.      Buat aturan/ kesepakatan.
Aturan dapat dibuat dengan berdiskusi kepada anak-anak untuk membuat kesepakatan bersama. Misalnya, ketika kita mengajarkan anak-anak bertanggungjawab/ mandiri dalam menyelesaikan kegiatan makannya agar tidak tersisa. Kita bisa berikan prolog terlebih dahulu kepada anak-anak, misalnya dengan mengatakan bahwa kita harus menghargai makanan kemudian kita tanyakan kepada anak bagaimana jika makanan itu tidak kita habiskan? dan sebagainya. Anak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya. Kita bisa buat kesepakatan misalnya, anak hebat harus menghabiskan makanannya sendiri karena sudah mengambil nasi sendiri. Kita terus berikan motivasi kepada mereka dan terus mengingatkan.
4.      Tegas, Konsisten dan harus mentaati kesepakatan.
Biar bagaimanapun, kesepakatan yang sudah dibuat bersama harus ditaati bersama. Pada kasus diatas, misalnya kemudian anak menangis/ merengek karena tidak mau mengabiskan makannya, guru jangan langsung luluh oleh tangis/ rengekannya. Itu adalah senjata bagi mereka. Guru harus tetap meminta kepada anak untuk menghabiskan. Misalnya dengan mengatakan, “maaf nak, silakan makannya di habiskan dulu, kita punya kesepakatan bahwa piring dikembalikan ke dapur kalau sudah bersih makanannya” dan sebagainya. Maka anak akan terlatih untuk memperkirakan ketika mengambil nasi dan terbiasa bertanggungjawab menghabiskan.
5.      Berikan kesempatan pada anak untuk mencoba.
Misalnya ketika kita melihat anak sedang berselisih dengan temannya, hendaknya guru tidak perlu langsung masuk kedalam lingkaran mereka, tapi cukup kita lihat saja dari kejauhan, biarkan mereka menyelesaikan masalahnya sendiri. Sekalipun misalnya anak mengadukan masalahnya kepada kita, sebaiknya kita tidak langsung membantunya (bila masalahnya sepele/ anak tidak melakukan hal yang membahayakan/ tidak menggunakan alat berbahaya). Kita bisa membesarkan hatinya dan memotivasi dengan mengatakan, “bu guru bisa mengerti perasaanmu, tapi bu guru percaya kamu pasti bisa menyelesaikan masalahmu dengan temanmu. Ayo coba diselesaikan sendiri dulu” dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar