Secara umum kemandirian bisa dilihat dari tingkah
laku. Kemandirian tidak selalu berbentuk fisik yang ditampilkan dalam tingkah
laku, tetapi bisa berbentuk emosional dan sosial.
Kemandirian juga berarti kemampuan anak mengatur
tingkah lakunya, mampu bertanggungjawab dan mengatasi masalahnya sendiri. Tentu
saja kemandirian tidak serta merta terbentuk dengan sendirinya, namun perlu
bimbingan yang dimulai sejak usia dini. Dalam hal ini, disiplin dan konsistensi
orangtua mempunyai peran besar dalam
menanamkan dan mendukung kemandirian anaknya, selain juga guru mempunyai
peran yang cukup penting.
Ada beberapa hal yang bisa diupayakan guru dalam
rangka membentuk kemandirian anak dengan melatih anak untuk memiliki jiwa
tanggungjawab.
1. Berikan contoh.
Guru
harus menghindari untuk bertindak “menyuruh” kepada anak. Namun akan lebih
bijaksana bila guru memberikan contoh.
Misalnya
ketika kita mengharapkan anak merapikan sandal/ sepatunya di rak yang sudah
disediakan, seorang guru bisa memberikan contoh dengan mengajak anak untuk
memastikan sandal dan sepatunya sudah tertata rapi di rak dengan mengatakan
kepada anak-anak “ayo anak hebat, kita
pastikan sandal dan sepatu kita sudah tersimpan rapi di rak”. Dengan demikian anak akan terbiasa
bertanggungjawab dengan kerapihan sandal dan sepatunya sendiri-sendiri.
2.
Berikan
pujian/ reward.
Memberikan
pujian kepada anak yang berlaku positif dapat membesarkan hatinya menjadi lebih
termotivasi lagi. Selain juga dapat menjadi contoh/ teladan bagi anak-anak
yang lain.
Misalnya
ketika ada 1 anak di kelas yang menumpahkan minumannya, kemudian ia mau
membersihkannya, kita bisa memberikan pujian kepadanya di depan teman-temannya.
Kita memberikan apresiasi atas sikap anak yang mau membersihkan, tetapi tidak
menghakimi sikapnya yang sudah menumpahkan minuman. Guru bisa mengatakan kepada
anak-anak di kelas, “anak-anak, bu guru
sangat senang dengan mas/ mbak xxxxx yang sudah bertanggungjawab membersihkan
lantai ketika menumpahkan minuman. Maka anak-anak lainnya akan mencontoh
sikap teman tersebut karena akan membuat gurunya senang. Sesekali reward dapat
diberikan kepada anak atas sikap positifnya, namun juga jangan terlalu sering
dan tidak perlu yang mahal-mahal.
3. Buat aturan/
kesepakatan.
Aturan
dapat dibuat dengan berdiskusi kepada anak-anak untuk membuat kesepakatan
bersama. Misalnya, ketika kita mengajarkan anak-anak bertanggungjawab/ mandiri
dalam menyelesaikan kegiatan makannya agar tidak tersisa. Kita bisa berikan
prolog terlebih dahulu kepada anak-anak, misalnya dengan mengatakan bahwa kita
harus menghargai makanan kemudian kita tanyakan kepada anak bagaimana jika
makanan itu tidak kita habiskan? dan sebagainya. Anak diberi kesempatan untuk
menyampaikan pendapatnya. Kita bisa buat kesepakatan misalnya, anak hebat harus
menghabiskan makanannya sendiri karena sudah mengambil nasi sendiri. Kita terus
berikan motivasi kepada mereka dan terus mengingatkan.
4. Tegas, Konsisten
dan harus mentaati kesepakatan.
Biar
bagaimanapun, kesepakatan yang sudah dibuat bersama harus ditaati bersama. Pada
kasus diatas, misalnya kemudian anak menangis/ merengek karena tidak mau
mengabiskan makannya, guru jangan langsung luluh oleh tangis/ rengekannya. Itu
adalah senjata bagi mereka. Guru harus tetap meminta kepada anak untuk
menghabiskan. Misalnya dengan mengatakan, “maaf
nak, silakan makannya di habiskan dulu, kita punya kesepakatan bahwa piring
dikembalikan ke dapur kalau sudah bersih makanannya” dan sebagainya. Maka
anak akan terlatih untuk memperkirakan ketika mengambil nasi dan terbiasa
bertanggungjawab menghabiskan.
5. Berikan
kesempatan pada anak untuk mencoba.
Misalnya
ketika kita melihat anak sedang berselisih dengan temannya, hendaknya guru
tidak perlu langsung masuk kedalam lingkaran mereka, tapi cukup kita lihat saja
dari kejauhan, biarkan mereka menyelesaikan masalahnya sendiri. Sekalipun
misalnya anak mengadukan masalahnya kepada kita, sebaiknya kita tidak langsung
membantunya (bila masalahnya sepele/ anak tidak melakukan hal yang membahayakan/
tidak menggunakan alat berbahaya). Kita bisa membesarkan hatinya dan memotivasi
dengan mengatakan, “bu guru bisa mengerti
perasaanmu, tapi bu guru percaya kamu pasti bisa menyelesaikan masalahmu dengan
temanmu. Ayo coba diselesaikan sendiri dulu” dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar