Ibadah, menurut makna leksikalnya adalah tunduk merendahkan diri,
yakni tunduk dan patuh terhadap perintah Allah. Dalam kehidupan praktis
sehari hari ibadah kemudian lebih dimaknai sempit sebagai seangkaian
ritual. Meskipun tidak sepenuhnya salah, ibadah ritual sebenarnya hanya
sebagian dari ibadah yang lebih luas. Kita seringkali memaknai ibadah
hanya sekedar shalat, zakat, puasa, haji dan beberapa ibadah lain yang
ada dalam fiqih. Padahal dalam ibadah ritual (mahdhah) pun sebenarnya
terkandung banyak pesan untuk ibadah yang sifatnya sosial.
Ibadah zakat misalnya, tak dipungkiri merupakan ibadah yang secara
langsung memiliki peranan dalam membangun masyarakat serta menumbuhkan
kepedulian kepada kaum tak mampu. Jika dikelola dengan manajemen yang
baik ibadah zakat ini menjadi potensi besar dalam pengentasan
kemiskinan. Dalam ibadah shalat-pun yang secara ritual sepertinya hanya
berhubungan antara manusia dan pencipta-Nya, sesungguhnya banyak
pesan-pesan sosialnya. Keutamaan shalat berjamaah misalnya, secara tak
langsung menekankan perlunya persatuan, kekompakan, kepemimpinan dan
lain-lain. Bahkan kalau kita merenungkan lebih lanjut kita memulai
shalat dengan takbir mengagungkan Allah akan tetapi ditutup dengan doa
keselamatan untuk kanan kiri dan sesama manusia. Dalam Surat Al Maun
juga disebutkan keterkaitan shalat dengan kepedulian sesama, bahkan
disebutkan orang yang shalat-pun bisa celaka karena lalai dalam shalat.
Kekurang-pahaman tentang pentingnya ibadah sosial ini kadang membuat
kita kurang tepat memberi prioritas. Misalnya ada orang yang
berulangkali naik haji, sementara tetangga kanan kirinya banyak yang
hidup susah atau tak bisa sekolah. Haji dianggap lebih utama karena
perintahnya jelas eksplisit dalam Quran dan Hadits sedangkan memberi
beasiswa pendidikan tak tercantum sama sekali.
Bagi seorang muslim ibadah tak hanya sekedar hubungan dengan Allah
(hablum minallah) tapi juga hubungan dengan sesama (hablum minannas).
Kesalehan tak hanya saleh dalam ibadah ritual, tapi juga harus saleh
secara sosial meskipun perintah kesalehan sosial ini seringkali tidak
tersurat secara eksplisit dalam ajaran agama.
Janganlah tertipu dengan banyaknya amal ibadah yang telah kamu
lakukan, karena sesungguhnya kamu tidak mengetahui apakah Allah menerima
amalan kamu atau tidak” (Hasan Al Bashri).
sumber :
tamim blog
Tidak ada komentar:
Posting Komentar