Rasulullah SAW bersabda:
“Jika seorang istri itu telah menunaikan shalat lima waktu,berpuasa di bulan ramadhan, dan menjaga kemaluannya dari mengerjakan perbuatan haram dan dia taat kepada suaminya, maka akan di persilahkan ia masuk ke Syurga dari pintu manapun yang ia kehendaki” (H.R Ahmad dan Thabrani)
Betapa hebatnya penghargaan yang diberikan Allah kepada makhluk bernama wanita. Tidak perlu mereka berjihad dengan nyawa dan berperang membela agama untuk meraih surga-Nya. Tidak perlu repot-repot mereka membanting tulang mencari nafkah untuk meraih kesempatan menempati al jannah yang di dalamnya mengalir sungai-sungai di bawahnya. Hanya dengan satu kata, shalihah, maka semua itu akan terwujud dengan sendirinya. Mereka berhak beroleh surganya yang indah dengan segala kemewahannya.
Shalihah, satu kata yang menjadi titel spesial seorang wanita ini, begitu dalam maknanya. Ia hanyalah kata sederhana namun dengan segenap makna yang tidak mudah untuk dilakukan.
Allah SWT telah memberitahukan arti kata ini dalam firman-Nya QS. An Nisaa’:34.
“Sebab itu, maka wanita yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).”
Ada dua kunci untuk menjadi shalihah berdasarkan firman Allah di atas, yaitu taat kepada Allah dan memelihara diri ketika suami tidak ada. Taat kepada Allah jelas, bahwa wanita wajib melaksanakan semua perintah Allah dengan cara mengerjakan kebajikan serta meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah. Sedangkan memelihara diri ketika suami tidak ada, apakah maknanya?
Wanita shalihah yang memelihara diri ketika suami tidak ada adalah mereka yang dapat memelihara harta dan juga rahasia suaminya. Mereka dapat bertindak bijak dengan menutupi segala hal dan rahasia suami istri yang sekiranya terlihat akan membuat malu. Hal ini pula senada dengan menjaga untuk tidak membeberkan hubungan suami istri. Sekarang ini marak infotainment yang memperlihatkan tingkah wanita-wanita tanpa sedikitpun rasa malu, menceritakan hubungan intim suami istri mereka. Bahkan banyak dari mereka yang dengan tanpa risihnya telah membeberkan aib suami atau mengumbar aurat keluarga. Na’udzubillahi min dzalik!
Sebagai wanita normal yang masih memiliki akal sehat, tentunya kita tak mau sedikit pun terjerumus dalah keadaan semacam di atas. Kita tak mungkin rela menjadi wanita hina yang tidak mampu menjaga rahasia, yang tidak amanah. Kita pasti mendambakan menjadi wanita-wanita hebat seperti Maryam, Aisyah, Fathimah, Khadijah, dan juga Asiah.
Maryam dan Khadijah yang mendapat predikat sebagai sebaik-baik wanita…
“Sebaik-baik wanita ialah Maryam binti Imran dan sebaik-baik wanita ialah Khadijah binti Khuwailid.” (HR. Bukhari Muslim).
Fathimah putri Rasulullah yang berpredikat pemimpin ahli surga…
“Fatimah adalah pemimpin wanita ahli surga”. (HR. Bukhari)
Aisyah yang cerdas dan Asiah yang teguh agamanya…
Dari Abu Musa ra. berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Lelaki yang sempurna banyak, tetapi tidak demikian halnya bagi wanita kecuali Asiah istri Fir’aun dan Maryam binti Imran. Dan sesungguhnya keutamaan Aisyah atas wanita lainnya seperti keutamaan tsarid (lauk yang berminyak) atas makanan lainnya.” (HR. Bukhari).
Mereka adalah wanita-wanita shalihah yang hidup dengan penuh tantangan namun tetap setia dengan agama mereka. Merekalah wanita shalihah sejati yang akan menghirup wangi surga dan merasakan kenikmatan Allah tiada tara atas buah jerih payahnya selama hidup di dunia. Bisakah kita seperti mereka? Tentu saja peluang untuk menjadi shalihah adalah hak setiap wanita. Bagaimana kemudian kita dapat memanfaatkan peluag tersebut dengan mengerjakan kunci jihadnya seorang wanita, yaitu mentaati Allah dan suami. Insya Allah dengan mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga dan mendidik anak dengan niat yang ikhlas serta hanya mengharap ridha Allah, maka hal demikian itu dapat menandingi pahala jihadnya seorang suami.
Ada suatu kisah yang menyebutkan tentang utusan seorang wanita bernama Asma binti Yazid Al-Ashoriyyah bertanya kepada Rasulullah mewakili para wanita lain. Mereka merasa cemburu akan betapa besarnya pahala lelaki dengan jihad yang dikerjakannya. Ia cemburu karena selama ini para wanita hanya di rumah dan mengurus anak-anak mereka. Ia bertanya-tanya apakah mereka (para wanita) dengan pekerjaannya di rumah mampu memperoleh pahala jihad seperti suami-suami mereka. Lalu Rasulullah memberinya kabar gembira bahwa mereka tak harus melakukan hal-hal seperti jihadnya para lelaki untuk mendapatkan pahala yang sama. Mereka yang hanya bertugas di rumah pun mampu menandingi pahala suami-suami mereka.
Asma binti Yazid Al-Ashoriyyah berkata, “Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, sesungguhnya aku adalah utusan para wanita kepadamu, dan aku tahu -jiwaku sebagai tebusanmu- bahwasanya tidak seorang pun dari wanita baik di timur ataupun di barat yang mendengar kepergianku untuk menemui ini ataupun tidak mendengarnya melainkan ia sependapat denganku.
Sesungguhnya Allah mengutusmu dengan kebenaran kepada laki-laki dan wanita. Maka kami beriman kepadamu dan kepada Ilah-mu yang telah mengutus.
Dan sesungguhnya kami para wanita terbatas (geraknya); menjadi penjaga rumah-rumah kalian, tempat kalian menunaikan syahwat kalian dan yang mengandung anak-anak kalian.
Sementara kalian para laki-laki dilebihkan atas kami dengan sholat jum’at, jama’ah, menjenguk orang sakit, menghadiri jenazah, menunaikan haji berkali-kali, dan yang lebih baik dari itu berjihad di jalan Allah. Dan sesungguhnya salah seorang dari kalian apabila ia keluar haji atau umroh atau berjihad, kami yang menjaga harta kalian, menenunkan pakaian kalian, dan kami pula yang mendidik anak-anak kalian. Maka apakah kami mendapatkan pahala seperti kalian hai Rasulullah?”
Maka Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam menoleh kepada para sahabatnya, kemudian beliau berkata, “Apakah kalian pernah mendengar perkataan wanita yang lebih baik dari pertanyaannya dalam urusan agamanya ini?” Mereka menjawab, “Hai Rasulullah, kami tidak mengira bahwa seorang wanita bisa paham seperti ini.”
Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam menoleh kepadanya kemudian berkata kepadanya, “Pulanglah wahai wanita dan beritahukanlah kepada orang-orang wanita-wanita di belakangmu bahwasanya baiknya pengabdian salah seorang dari kalian kepada suaminya dan mengharapkan ridhonya, serta mengikuti keinginannya menandingi itu semua.”
Maka wanita itu pulang seraya bertahlil, bertakbir dengan gembira”. (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqy dalam Syu’abil Iman).
“…baiknya pengabdian salah seorang dari kalian kepada suaminya dan mengharapkan ridhonya, serta mengikuti keinginannya menandingi itu semua.”
Allahu akbar! Betapa Allah sangat kasih sayang kepada kita para wanita. Kalimat tersebut adalah jawaban yang berasal langsung dari sabda Rasulullah dan jika kita tahu merupakan kunci sukses untuk memperoleh predikat shalihah seperti yang selalu kita dambakan. Semoga kita dapat menempuhnya hingga mendapatkan predikat spesial tersebut sampai menjadi seperti mereka yang tergolong mati dalam keadaan diridhoi oleh suami, amiin.
“Apabila seorang istri meninggal dunia dan suaminya Ridha kepadanya, maka ia akan masuk syurga.” (H.R Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Allahu A’lam
Sumber : http://umisyifa.wordpress.com/2010/04/04/kriteria-istri-shalihah/
1 komentar:
Kisahnya bagus..banget Bro.. alangkah bahagianya kita kalau punya istri seperti yang disebutkan hadits Rasulullah SAW diatas....
Posting Komentar