Situs Gunung Padang Majenang Masih Kontroversi
CILACAP, (PRLM).- Temuan situs Gunung Padang
di Desa Salebu, Kecamatan Majenang Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah masih
kontroversi . Hingga kini belum ada studi atau penelitian dari ahli
purbalaka maupun Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jateng.
"Tumpukan batu yang ditata mirip dengan punden berundak belum bisa disebut sebagai situs purbakala, dibutuhkan penelitian komprehensif untuk menyebut sebagai situs," kata Kepala Dinas Pariwisata Cilacap Badrudin, M Minggu (27/5/12).
Mengenai sebutan nama Situs Gunung Padang, nama tersebut muncul begitu saja di tengah masyarakat. Menurutnnya tumpukan batu di Desa Salebu sama kontroversi dengan situs Gunung Padang di Desa Karyamukti, Kecamatan Cempaka, Kabupaten Cianjur Jawa Barat.
Tapi bangunan punden berundak memang ada beberapa hal yang menarik seperti bentuk bangunan, teknologi bangunan, dan usianya. "Kita sebenarnya sudah meminta BP 3 Semarang untuk melakukan penelitian, namun sampai saat ini belum ada jawaban,"jelasnya.
Tumpukan batu mirip menhir di Desa Salebu sebenarnya sudah diketahui masyarakat sekitar, namun baru poluler sekitar 2008 silam setelah media banyak membicarakannya. "Warga sekitar Majenang sudah banyak yang mengetahui bahkan tidak jarang dijadikan tempa untuk ritual kepercayaan tertentu," kata Badrudin.
Warga menyebut sebagai Gunung Padang ada kemungkian karena bentuk mirip situs purbakala yang banyak ditemukan di tanah air. Yakni balok-balok batu berukuran ini disusun dengan arah yang teratur, hampir seluruhnya ditata memanjang ke arah timur.
Batu-batu granit terpahat rapi, panjang rata-rata balok batu ini tiga sampai empat meter, tersusun sampai ketinggian 30 meter, lebar 15 meter dan panjang 20 meter.
Penduduk setempat menjuluki beberapa batu sebagai makam Ki Hajar Sakti. Di sisi sebelah barat terdapat sebuah makam yang dengan nama-nama pembuat situs dan konon masih trah keturunan Kerajaan Pajajaran.
Serta makam keluarga dan pengikutnya di antaranya makam Tuan Retna, Nanda Praya, Siliwangi, Ki Hajar Sakti, dan Mbah Luluhur. Makam-makam tersebut ditata berurutan dari bawah hingga puncak gunung. Posisi paling atas ditempati oleh Ki Hajar Sakti dan Mbah Luluhur. Sedangkan pada bagian bawahnya, terdapat puluhan makam pengikut Ki Hajar Sakti.
Hizi Firmansyah, seorang pemerhati lingkungan dan benda cagar budaya warga setempat, mengaku Kompleks makam kuno ini banyak dikunjungi peziarah, terutama saat bulan Sura. Ratusan peziarah datang dari berbagai daerah seperti Bandung, Bogor, Ciamis (Jabar) dan Sidareja, Cilacap.
Keunikan situs tersebut, ada ribuan balok batu bisa tersusun rapi di puncak gunung dengan medan hutan belantara. "Yang jadi pertanyaan, bagaimana orang zaman dahulu bisa menata batu seberat dan sebanyak ini sampai puncak gunung,"jelasnya.
Pihaknya berharap agar situs ini dipelihara dan dimanfaatkan sebagai aset budaya. Tidak mustahil penemuan situs ini selanjutnya dapat mengungkap runtutan sejarah wilayah Majenang dan sekitarnya.
Menurutnya, kondisinya sangat rusak dan tidak terawat. Hingga saat ini belum pernah ada perhatian dari pemerintah daerah untuk melakukan perhatian terhadap situs yang memiliki nilai sejarah yang tinggi ini. Beberapa bagian telah rusak karena alam seperti longsor serta perambahan hutan. (A-99/A-108)***
sumber : pikiran rakyat
"Tumpukan batu yang ditata mirip dengan punden berundak belum bisa disebut sebagai situs purbakala, dibutuhkan penelitian komprehensif untuk menyebut sebagai situs," kata Kepala Dinas Pariwisata Cilacap Badrudin, M Minggu (27/5/12).
Mengenai sebutan nama Situs Gunung Padang, nama tersebut muncul begitu saja di tengah masyarakat. Menurutnnya tumpukan batu di Desa Salebu sama kontroversi dengan situs Gunung Padang di Desa Karyamukti, Kecamatan Cempaka, Kabupaten Cianjur Jawa Barat.
Tapi bangunan punden berundak memang ada beberapa hal yang menarik seperti bentuk bangunan, teknologi bangunan, dan usianya. "Kita sebenarnya sudah meminta BP 3 Semarang untuk melakukan penelitian, namun sampai saat ini belum ada jawaban,"jelasnya.
Tumpukan batu mirip menhir di Desa Salebu sebenarnya sudah diketahui masyarakat sekitar, namun baru poluler sekitar 2008 silam setelah media banyak membicarakannya. "Warga sekitar Majenang sudah banyak yang mengetahui bahkan tidak jarang dijadikan tempa untuk ritual kepercayaan tertentu," kata Badrudin.
Warga menyebut sebagai Gunung Padang ada kemungkian karena bentuk mirip situs purbakala yang banyak ditemukan di tanah air. Yakni balok-balok batu berukuran ini disusun dengan arah yang teratur, hampir seluruhnya ditata memanjang ke arah timur.
Batu-batu granit terpahat rapi, panjang rata-rata balok batu ini tiga sampai empat meter, tersusun sampai ketinggian 30 meter, lebar 15 meter dan panjang 20 meter.
Penduduk setempat menjuluki beberapa batu sebagai makam Ki Hajar Sakti. Di sisi sebelah barat terdapat sebuah makam yang dengan nama-nama pembuat situs dan konon masih trah keturunan Kerajaan Pajajaran.
Serta makam keluarga dan pengikutnya di antaranya makam Tuan Retna, Nanda Praya, Siliwangi, Ki Hajar Sakti, dan Mbah Luluhur. Makam-makam tersebut ditata berurutan dari bawah hingga puncak gunung. Posisi paling atas ditempati oleh Ki Hajar Sakti dan Mbah Luluhur. Sedangkan pada bagian bawahnya, terdapat puluhan makam pengikut Ki Hajar Sakti.
Hizi Firmansyah, seorang pemerhati lingkungan dan benda cagar budaya warga setempat, mengaku Kompleks makam kuno ini banyak dikunjungi peziarah, terutama saat bulan Sura. Ratusan peziarah datang dari berbagai daerah seperti Bandung, Bogor, Ciamis (Jabar) dan Sidareja, Cilacap.
Keunikan situs tersebut, ada ribuan balok batu bisa tersusun rapi di puncak gunung dengan medan hutan belantara. "Yang jadi pertanyaan, bagaimana orang zaman dahulu bisa menata batu seberat dan sebanyak ini sampai puncak gunung,"jelasnya.
Pihaknya berharap agar situs ini dipelihara dan dimanfaatkan sebagai aset budaya. Tidak mustahil penemuan situs ini selanjutnya dapat mengungkap runtutan sejarah wilayah Majenang dan sekitarnya.
Menurutnya, kondisinya sangat rusak dan tidak terawat. Hingga saat ini belum pernah ada perhatian dari pemerintah daerah untuk melakukan perhatian terhadap situs yang memiliki nilai sejarah yang tinggi ini. Beberapa bagian telah rusak karena alam seperti longsor serta perambahan hutan. (A-99/A-108)***
sumber : pikiran rakyat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar