Kamis, 07 Juni 2012

travelling ke danau toba

Traveling Ke Danau Toba
Penulis : Agustono
Supir taksi di Bandara Polonia Medan menginformasikan bila ingin ke Danau Toba bisa ditempuh dengan taksi langsung dari Bandara, dengan travel, atau dengan bus. Menggunakan taksi langsung dari bandara tentu saja membutuhkan biaya cukup mahal. Sedangkan menggunakan bus umum meski ongkosnya cuma 22 ribu rupiah rasanya kurang praktis karena membutuhkan waktu cukup lama sampai di Danau Toba. “Bisa sepuluh jam. Itu termasuk cepat,” kata Hariman Ginting, supir taksi.  

Saya memilih naik travel dan minta diantar ke pool travel terbaik. Hariman Ginting rupanya sudah sering mengantar turis asing maupun domestik dari bandara Polonia ke agen travel langganan. “Setiap mengantar satu penumpang agen travel memberi tips 5 ribu rupiah. Lumayan ada tambahan,” kata Hariman.

Sampai di pool travel saya memesan tiket dengan membayar 70 ribu rupiah. Pukul 17.00 mobil kijang inova seri terbaru yang kami tumpangi pun meninggalkan Medan yang sore itu diguyur hujan lebat. Kemacetan pun tak bisa dihindari. Setelah sopir travel berusaha “sodok kiri sodok kanan”,  kijang inovapun lolos dari kemacetan dan masuk jalan tol yang lantas melesat ke arah Tebingtinggi. Penumpang mobil travel 5 orang plus barang paket yang dihitung satu kepala. Sekitar jam 8 malam satu penumpang yang duduk disamping supir, turun di Pematangsiantar.
   
Kendaraan travel melesat dengan kecepatan tinggi meninggalkan kota Pematangsiantar  menuju Parapat. Jalan raya Pematangsiantar menuju Parapat mulus, berkelok-kelok sempit, karena hanya dua jalur dari arah berlawanan, Jalan raya Pematangsiantar ke Parapat ini juga tanpa lampu penerang jalan..

Pukul 10.30 malam memasuki Parapat, tepatnya di Pelabuhan Tiga Raja. Pelabuhan Tiga Raja merupakan pintu gerbang yang menghubungkan antara Parapat dengan desa-desa di Pulau Samosir. Satu jam sekali kapal feri siap mengantarkan penumpang dari Parapat ke Pulau Samosir dan sebaliknya. Di Pelabuhan Tiga Raja tersedia fasilitas terminal bus dan angkutan umum yang dikelilingi penginapan, aneka warung makan dan toko  kelontong.

Saya menginap di lantai dua Charlie Guset house menghadap pelataran terminal, pintu gerbang pelabuhan, dan tentu saja Danau Toba. Malam makin larut saya berdiri di teras melepas pandangan. Saya merasakan terminal dan pintu gerbang pelabuhan yang sepi dan danau Toba yang sunyi. Di kejauhan tampak cahaya lampu dari sudut-sudut desa di Pulau Samosir dan lampu dari penginapan yang mengeliling danau  Toba.

Jam 07.00 saya bangun dari tidur, berdiri di teras untuk menghirup udara pagi. Pelataran terminal  yang semalam sepi, pagi ini jadi hiruk pikuk. Pelataran terminal dipenuhi tenda-tenda oranye dan biru menutup lapak-lapak pedagang. Kata Bonar Sirait, petugas guest house hari Senin, Kamis, dan Sabtu merupakan hari pekan di Tiga Raja ‘Sebenarnya namanya pekan Tiga Tiga Raja..Dalam bahasa Batak tiga-tiga artinya berjualan atau berdagang. Konon zaman dulu tempat ini adalah tempat raja-raja berjualan,” kata Bonar Sirait  Pada hari pekan ini petani dan pedagang dari desa-desa di Samosir, Parapat dan sekitarnya turun ke Tiga Raja. Tidak ketinggalan juga nelayan dari danau Toba.

Jam 08.00 pagi ini saya sudah di atas kapal feri  yang sedang melaju dari Tiga Raja menuju desa Tomok di Pulau Samosir Tomok adalah pintu gerbang wisata di Pulau Samosir. Di Tomok banyak obyek wisata yang sudah dikenal dunia. Diantaranya situs Raja Sidabutar, Patung Sigalegale, desa pengukir kerajian kayu dan batu, desa tenun, dan banyak lagi. Selain itu tentu saja panoramanya.

Mangiring Sidabutar, keturunan ke 14 Raja Sidabutar yang juga tokoh masyarakat Tomok, mengatakan sekitar 15  tahun lalu jumlah turis asing yang berkunjung ke Tomok melebihi jumlah penduduk Tomok. Karena semua penginapan penuh, sebagain dari mereka terpaksa bermalam di tenda-tenda. Bahkan ada yang hanya menggantung tali di bawah pohon mangga. Sekitar tiga tahun lalu gubernur sedunia juga berkunjung ke Tomok, dan tentu saja berkunjung  Situs Raja Sidabutar.

Jam 8.40 saya sudah berada di pelabuhan Tomok. Beberapa  pengemudi ojek berebut menawarkan jasa  siap mengantar ke berbagai obyek wisata.Dengan menyewa ojek 20 ribu rupiah perjam saya pertama kali diantar  ke tempat patung kayu  Sigale-gale yang terkenal itu. Jonathan, pengemudi ojek yang membawa saya ternyata sarjana pelayaran  dan menguasai tiga bahasa asing. “Saya istirahat berlayar karena sakit diguna-guna sesama awak kapal,” kata Jonathan. Dengan ojeknya, Jonathan mengaku bisa menghidupi keluarganya meski pas-pasan. “Kalau dapat turis yang baik hati tipsnya lumayan,” tambah Jonathan
   
Menurut cerita di Sigalegale ini, konon ada seorang raja bernama Ahad punya anak tunggal laki-laki yang diberi nama Simanggale. Setelah dewasa Simanggale.berangkat ke medan perang. Dalam perjalanan ke medan perang, Simanggale mati terkena panah. Raja Ahad amat besedih dan stres. Ia lantas mengumpulkan beberapa dukun sakti untuk mencari jalan keluar. Salah satu dukun bermimpi harus membuat patung Sigalegale atau patung orang dari kayu yang bentuknya sama dengan mendiang Simanggale. Raja  Ahad pun setuju.

Dengan kekuatan gaib para dukun, patung yang selesai dibuat bisa menari selama 7 hari 7 malam. Semasa hidupnya Simanggale memang suka menari. Selanjutnya patung Simanggale oleh para dukun bisa disuruh apa saja, kecuali disuruh bicara.Dari dulu sampai sekarang membuat patung Sigalegale tidak bisa dilakukann oleh satu orang.
Harus ada satu orang yang membantu membuatkan bagian patung. Misalnya bagian tangan atau kaki. Kalau tidak, orang yang membuat patung sendirian akan meninggal dunia. Membuat patung Sigalegale juga tidak bisa disembarang tempat. Harus di tengah sawah yang sepi dan jauh dari pemukiman. Kalau sudah selesai baru digotong ke kampung.

Kini patung Sigalegale yang dipasang di depan salah satu rumah adat Batak di Tomok ini, dipersiapkan untuk atraksi. Supaya bisa menari-nari, patung dimainkan dengan tali oleh seorang dalang dengan iringan musik tradisional khas Sigalegale.


SITUS RAJA  OPU SERIBUTU SIDABUTAR

Menurut cerita Opu Seributu yang bermarga Sidabutar berasal dari daerah Uhu Buhi di derah perbukitan Panguluran. Seributu pergi ke Tomok, “membabat hutan” dan mendirikan kerajaan. Di atas bekas kerajaan terdapat situs berupa tiga batu  besar dan belasan batu-batu kecil. Dalam batu-batu inilah Raja Opu Seributu dan keturunannnya dimakamkan

Sebelum meninggal Opu Seributu sudah mempersiapkan batu untuk dijadikan makam jasadnya. Situs Opu Seributu diperkirakan berusia 460 tahun. Seributu sendiri meninggal pada usia 115 tahun, jasadanya dibungkus ulos dimasukkan dalam batu. Karena meninggal pada usia 115 tahun, tahta kerajaan diserahkan kepada cucunya bernama Naek Batu Sidabutar. Tahta kerajaan tidak diserahkan kepada anaknya karena usia anaknya diatas 70 tahun dianggap sudah tua dan tak mampu memegang tahta kerajaan.  . 

Raja Naek Batu berwatak keras dan bijaksana. Sebelum mneninggal juga sudah mempersiapkan  batu untuk mengubur jasadnya.Dibagaian atas depan situs Naek Batu terdapat pahatan wajah pria gagah dengan rambut panjang digelung. Ini melambangkan bahwa Naek Batu raja  perkasa dengan kesaktiannya berpusat di rambut. Naek Batu pun disebut Samson dari Tomok. Dibagian atas belakang situs terdapat pahatan patung perempuan. Perempuan ini adalah Anting Malela Boru Sinaga. Anting Malela adalah pacar Naek Batu. Mereka saling mencinta cukup lama. Karena kesibukan Naek Batu perkawinan mereka tertunda-tunda..

Saat yang ditunggu-tunggu datang. Pesta perkawinanpun dipersiapkan dengan besar-besaran. Sayang pada hari perkawinan, tiba-tiba Anting Malela menyatakan penolakannya. Ia tidak cinta lagi dengan Naek Batu. Naek Batu kecewa, dan ternyata Anting Malela diguna-guna orang untuk menggagalkan perkawinan. Dalam tradisi Batak guna-guna yang terkenal kuat dan jahat disebut dorma sijunde. Perang ilmu hitam dan putih tak terhindarkan. Pertempuran ilmu hitam dan putih membuat Anting Malela hilang ingatan, dan raib entah kemana. Ada yang bilang bunuh diri masuk danau Toba.

Di situs ini masih ada satu patung lagi. Patung yang menempel di bagaian bawah depan ini menggambarkan seorang laki-laki tanpa busana. Ini adalah patung Mohammad Said, laki-laki asal  Aceh yang belajar kebatinan kepada Raja Naek Batu. Selain itu Said juga belajar tentang adat istiadat dan budaya Batak.  Orang Batak pada masa itu tabu melihat orang telanjang. Bila melihat orang telanjang ilmu akan hilang dan akan sial 40 hari 40 malam.

Suatu saat kerajaan Tomok dikepung musuh dengan kekuatan besar. Para pengawal  menyarankan raja Naek Batu untuk lari menyelamatkan diri. Saat raja hendak melarikan diri, Mohammad Said berusaha mencegah dan mengatakan ia akan menghadapi musuh. Raja setuju. Dengan sepuluh pengawal Mohammad Said memakai sarung mendatangi musuh. Saat berhadapan dengan musuh, Mohammad Said langsung melepas sarung dan bertelanjang bulat. Musuh kocar kacir melarikan diri. Kerajaan Tomok selamat. Untuk menghargai Mohammad Said dibuat patung di situs Naek Batu Sidabutar.

Situs ketiga bukan berupa batu tapi makam biasa dengan tanda salib. Ini adalah raja ketiga bernama Opu Salampoan Sidabutar. Salampoan adalah raja pertama di Tomok yang memeluk agama Kristen. Pada masa Salampoan sistem kerajaan dihapuskan. Sebelum Salampoan, raja-raja di Tomok menganut paham kepercayaan Parmalim. Parmalim  adalah paham yang percaya adanya Tuhan, tidak makan babi, dan darah atau marus. Binatang yang akan dimakan harus disembelih dengan benar dan dimasak dengan baik.  
   
MUSEUM PENINGGALAN RAJA SIDABUTAR

Dalam tradisi Batak setiap marga punya raja. Di Tomok raja marga  tertua adalah Sidabutar yang hidup sekitar 400 tahun lalu. Karenanya keturun Sidabutar banyak  tersebar di Tomok. Para keturunan Sidabutar ini banyak menyimpan peninggalan Raja Sidabutar. Karena benda benda peningalan Raja Sidabutar ini punya nilai sejarah, wajib dilestarikan. Empat tahun lalu dibangunlah museum peninggalan Raja Sidabutar di Tomok.

Ratusan benda-benda sejarah berhasil dikumpulkan dan disimpan di museum ini. Diantaranya hopung, sebuah peti dari katu tebal yang diukir berbentuk bale-bale. Bagian atasnya merupakan susunan papan-papan tebal yang sewaktu-waktu bisa dibuka. Fungsi hopung untuk menyimpan harta warisan berharga dari kakek. Sampai sekarang dalam tradisi Batak dikenal dengan istilah ukap hopung atau acara adat membuka hopung. Acara ukap hopung untuk menyatakan berapa dan apa saja warisan kakek. Ukap opung ini ditujukan kepada hula-hula atau tulang dari pihak nenek. Hula-hula juga punya hak menanyakan nilai waris dan kepada keturunan langsung si kakek.  Makna dari ukap hopung adalah adanya keterbukaan dalam soal warisan.

Benda peninggalan Raja Sidabutar yang lain adalah sapa yang berasal dari kata sapanganan. Berupa piring besar terbuat dari kayu. Adat Batak dulu dalam sebuah keluarga besar bila makan, makan bersama dalam satu wadah yang disebut sapa.      

Di meja kaca terdapat  seperangkat alat untuk makan sirih dari kuningan. Juga ada beberpa pinggan paso. Pinggan paso adalah piring porselen hadiah penghormatan dari orang Belanda kepada raja.

Karena  masa itu belum ada kulkas untuk mengawetkan ikan, zaman Raja Sidabutar sudah diciptakan alat pengawet ikan bernama sasalean. Sasalean dibuat dari kayu untuk mengasap ikan supaya tahan lama. Sasalean ini digantung di sudut  museum.

Sebelum ada kopor  pakaian, orang Tomok dulu menyimpan ulos dalam rubi. Rubi adalah wadah mirip tempayan air terbuat dari kayu utuh yang dilubangi dan diberi tutup. Rubi berusia ratusan tahun ini masih tampak kokoh dan terawat.

Memerlukan waktu sekitar 20 tahun untuk bisa mengumpulkan benda-benda peninggalan Raja Sidabutar ini. “Butuh kesabaran dan juga dana, karena harus ada maharnya untuk memperoleh kembali benda-benda ini,” kata Barlep Sidabutar, si pendiri museum dan keturunan ke 14 Raja Sidabutar. Barlep Sidabutar awalnya adalah bisnis barang antik di Jalan Daksa, Jakarta. Dalam proeses perjalanannya, muncul kesadaran budaya untuk membangun museum di tanah kelahirannya di Tomok. Mengingat nilai sejarah dan budayanya, Barlep berharap museum yang dibangunnnya ini mendapat perhatian dari pemerimntah, khususnya Departemen Budaya dan Pariwisata.  .

Tomok merupakan pintu gerang wisata di Samosir dan sudah mendunia.Untuk menyongsong Visit Indonesia Year 2010, pihak terkait di Kabupaten Samosir harus segera memperbaiki sarana dan prasarana yang mendukung sektor wisata. Salah satunya pelabuhan Tomok yang “menyedihkan” Jalannya rusak, tidak bersih, dan yang pasti tidak sedap dipandang mata. Juga jalan menuju Situs Raja Sidabutar banyak berlobang, kalau malam tanpa penerangan lampu jalan.   

Sektror wisata seperti di Tomok kalau dipelihara dan dikelola dengan lebih baik tentu saja membawa dampak peningkatan ekonomi, terutama bagi masyarakat sekitar. Dari tukang ojek, pemilik warung makan, penjual souvenir sampai pengrajin. Johanne Tamba, misalnya.Petani peladang di desa Tomok  ini juga seorang pemahat kayu yang handal. Sebulan ia bisa  menghasilkkan 5 kerajinan ukiran kayu khas Batak. Ia menjualnya dengan harga 60 ribu rupiah perbuah kepada pemilik toko souvenir yang bertebaran di Jalan Raya tak jauh dari pelabuhan Tomok. “Sejak krisis moneter sampai sekarang  pasar ukiran sepi karena turis asing yang datang ke Tomok terus menurun,” kata Tamba.
*Penulis pernah menjadi pewarta di Tabloid DeTAK
sumber : Danau Toba

Tidak ada komentar:

Posting Komentar